Siapa yang Diuntungkan?
Perusahaan besar di sektor kelapa sawit dan kehutanan mulai beralih dari eksploitasi lahan menjadi konservasi —bukan karena tiba-tiba jadi cinta lingkungan, tapi demi mendapatkan uang karbon.. Beberapa di antaranya bahkan mengalokasikan hingga 60% dari konsesi hutan mereka untuk proyek karbon. Namun, banyak dari perusahaan ini memiliki rekam jejak pelanggaran lingkungan dan hak masyarakat adat, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa pasar karbon ini lebih menjadi alat bisnis daripada solusi iklim yang adil.
"Perusahaan dengan koneksi politik dan ekonomi kuat lebih mudah mengakses pasar karbon, sementara masyarakat adat tetap terpinggirkan."
Tantangan Regulasi
Pemerintah mewajibkan perusahaan menyisihkan 10–20% dari kredit karbon mereka sebagai cadangan untuk mengantisipasi risiko seperti kebakaran hutan. Namun, perusahaan menganggap kebijakan ini memberatkan karena mengurangi jumlah kredit yang bisa dijual. Selain itu, sistem registrasi nasional (SRN PPI) belum sepenuhnya kompatibel dengan standar internasional seperti Verra atau Gold Standard, sehingga menurunkan daya saing kredit karbon Indonesia di pasar global.
Risiko Greenwashing
Organisasi lingkungan seperti WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) memperingatkan bahwa pasar karbon bisa menjadi alat greenwashing, di mana perusahaan membeli kredit karbon untuk menutupi aktivitas polusi mereka tanpa benar-benar mengurangi emisi —seperti bedak wangi untuk tutupin bau polusi. Mereka juga menyoroti bahwa perusahaan dengan koneksi politik dan ekonomi yang kuat lebih mudah mengakses pasar ini, sementara masyarakat adat dan komunitas lokal tetap terpinggirkan.
Langkah ke Depan
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam perdagangan karbon. Namun, keberhasilan pasar ini sangat bergantung pada penegakan regulasi yang ketat, perlindungan hak masyarakat adat, dan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan. Tanpa itu, pasar karbon berisiko menjadi ladang bisnis baru bagi segelintir elit, bukan solusi nyata untuk krisis iklim.
Dikutip dari tulisan Will Indonesia’s new carbon market be a climate solution – or a problem? oleh Climate Change News (Maret 2025), yang mengulas tantangan pasar karbon di Indonesia.